...and justice for all

Keadilan itu relatif. Adil buat seseorang belum tentu adil buat orang lain. Keadilan adalah mahal harganya. Tetapi berusahalah untuk menciptakan keadilan di mana saja. Setidaknya keadilan dapat dimulai dari diri sendiri. Mari ciptakan keadilan. ...And Justice for all

Tuesday, July 29, 2008

Papi, GO HOME!

Terinspirasi dari DVD U2 GO HOME!
sebenernya sih, dari sebulan yang lalu,
aku udah kena sindrom "homesick".

kalo kata orang sunda "Hayang balik ka imah, euy"
dan dari sebulan yang lalu pengen pulang ke Jakarta.
Alasannya:
1. Kangen ketemu Mami, Kesya, Tristan.
2. Mau makan J.co sama Kesya
3. Pengen Hokben juga, hmm yummy...
4. Trus mau ajak Kesya, Tristan, Mami, Swimming...
5. Anter kakak ke sekolah...
5. Ke Seaworld, trus ke Bogor..
6. Cihuy...

Sebulan yang lalu bisa aja sih pulang ke Jakarta
Cuman, denger2 katanya bakal ada pelatihan di Jakarta.
Daripada udah sampe Jakarta, trus pulang Ke Ketapang, trus balik lagi Ke Jakarta, mending nunggu sekalian pelatihan..

Tapi ternyata lama banget, gak dipanggil-panggil.
Yang dipanggil malah, temenku..
Pas temenku kemaren pulang pelatihan,
aku tanya: "Kapan pelatihan selanjutnya?"
Ternyata tanggal 6-8 Agustus Di Bidakara Jakarta.
Akhirnya, aku telpon Panitia di Jakarta,
dan ternyata tanggal 6-8 Agustus memang ada
Pelatihan di Bidakara Bumikarsa Jakarta.
Aku tanya, apa namaku terdaftar, ternyata gak ada...
Oh my God.. lama lagi deh pulang ke Jakarta.
Tapi, ternyata ada yang 'cancel' satu orang,
dan dia nanya kesediaanku untuk menggantikan..
Aku bilang, "dengan senang hati, thnx God!"
Akhirnya, mereka nge-fax surat panggilan ke Pengadilan.
Dan akhirnya....
PAPI, GO HOME!
(sebenernya gak ada hubungannya dengan DVD U2 GO HOME!)
ternyata: Orang Sabar (memang) Disayang Tuhan...

Wednesday, July 23, 2008

Kesya Clementine Tambunan

Setiap orang tua tentunya punya alasan yang berbeda-beda ketika akan memberikan sebuah nama kepada anaknya dan oleh karena itu tentu harapan orang tua akan anak tersebut juga berbeda-beda pula.
Saudara-saudara kita dari etnis Cina biasanya terlahir dengan nama asli Cina, dan biasanya di kemudian hari jika ingin menggunakan nama Indonesia, maka harus mengajukan permohonan ganti nama kepada Pengadilan Negeri sesuai dengan domisili Pemohon yang menelan biaya yang tidak murah, alias lumayan mahal, sehingga mungkin hanya saudara-saudara kita uang mampu saja yang dapat mengubah nama cinanya menjadi nama Indonesia.

Tujuan dari penggantian nama tersebut mungkin salah satunya adalah agar nama tersebut lebih meng’Indonesia’ dan kita sendiri telah mengetahui bahwa saudara-saudara kita ini menjadi semacam ’korban politik’ orde baru yang membeda-bedakan antara pribumi dan non-pribumi.
Beberapa hari yang lalu, saya membaca salah satu artikel di koran KOMPAS yang membahas mengenai trik-trik dalam memelihara ikan arwana. Mungkin kita sudah mengetahui seperti apa sebenarnya wujud ikan arwana tersebut. Ikan hias ini banyak ditemui di sekitar hulu atau pedalaman Kalimantan dan Papua. Menurut teman saya yang bertugas di daerah Kabupaten Kapuas Hulu yang beribu-kota di Puttusibau Kalimantan Barat banyak ditemui berbagai jenis ikan ini, dan mungkin karena begitu banyaknya ikan ini ditemukan, maka ikan ini tidak lagi dijadikan ikan hias seperti umumnya diperkotaan, melainkan dimakan dan dijadikan lauk untuk makanan sehari-hari.

Ketika membaca artikel mengenai ikan arwana tersebut, saya jadi terkenang dengan teman saya yang juga bernama sama dengan ikan tersebut yaitu, Arwana, yang pada saat itu merupakan calon hakim dari Pengadilan Negeri Maros, Sulawesi Selatan.
Pada saat perkenalan di depan kelas, sontak seluruh teman di dalam kelas (termasuk saya) tertawa mendengar ketika teman saya tersebut memperkenalkan namanya...
Dalam hati saya, apa yang ada dalam pikiran orang tua kawan saya tersebut ketika memberikan nama bagi buah hatinya tersebut?

Ketika usia kandungan istri saya berumur sekitar 8 bulan, tepatnya mendekati perayaan natal di Gereja Tiberias Indonesia Wisma Dharmala, Pendeta yang pada saat itu membawakan khotbah dengan tema natal, dalam khotbahnya tersebut menyebutkan sebuah nama yang membuat kami (saya dan istri saya) berpandang-pandangan. Nama yang disebutkan itu adalah Kesya. Seketika itu juga kami sepakat jika anak kami yang lahir perempuan (sebelumnya hasil
sudah menunjukkan bahwa anak kami adalah perempuan), maka kami akan menamai buah ahti kami dengan nama Kesya.

Awalnya kami tidak tahu siapa tokoh Kesya, yang kami tahu bahwa Kesya adalah nama salah satu tokoh dalam Alkitab. Akhirnya saya pun bertanya kesana-sini dan mencari-cari dalam Alkitab mengenai nama Kesya tersebut, dan akhirnya kami temukan dalam Ayub 42: 14 ”dan anak perempuan (Ayub) yang pertama diberinya nama Yemima, yang kedua Kezia dan yang ketiga Kerenhapukh”.
Kami sengaja mengubah Kezia menjadi Kesya agar lebih ’girly’ dan satu harapan kami ketika kami memberikan nama Kesya untuk anak kami, karena kami berharap agar Kesya dapat tumbuh menjadi anak yang bukan saja cantik parasnya akan tetapi juga cantik perilakunya di hadapan Tuhan dan juga orang tuanya ~ Ayub 42: 14a ”di seluruh negeri tidak terdapat perempuan yang secantik anak-anak Ayub”.

Kemudian kami berpikir keras, nama apa yang akan kami berikan sebagai kepanjangan dari Kesya. Marga Tambunan tentunya sudah pasti akan kami berikan, bukan hanya sekedar membuat egoisme marga dalam suku batak, melainkan karena adat batak yang menganut paham patrilineal yang cukup kental yang ’mewajibkan’ agar anak-anak baik laki-laki maupun perempuan diberikan marga sesuai dengan marga Ayahnya.
Akhirnya saya mengajukan nama Clementine kepada istri saya untuk menjadi nama selanjutnya, sehingga nama anak kami menjadi Kesya Clementine Tambunan.

Sejujurnya, nama Clementine tersebut saya dapat dari Tabloid ”Bola” dan Clementine tersebut merupakan nama salah satu pemain sepak bola yang saya sendiri kurang tahu asal kewarganegaraannya atau kesebelasannya. Dan seperti biasa, ketika saya membaca artikel bola tersebut, saya langsung tertarik dengan nama Clementine terbut tanpa tahu artinya.
Pada saat Paus Yohannes Paulus II kembali ke pangkuan Bapa, saya sempat membaca di koran (lagi-lagi) KOMPAS, bahwa almarhum Paus disemayamkan di Clementine Hall Vatikan, dan hal tersebut membuat saya berpikir bahwa Clementine adalah nama orang besar pada jaman dahulu yang mungkin merupakan nama seorang suster atau biarawati yang kemudian diabadikan menjadi nama sebuah Hall di Vatikan karena jasa-jasanya.

Kemudian suatu saat saya dan istri saya bermain ke sebuah Toko Buku di bilangan Ambassador Kuningan Jakarta, dan secara tidak sengaja saya membaca Buku Pintar Senior (Iwan Gayo), dan saya menemukan arti nama Clementine tersebut, yaitu: ’Penuh dengan ucapan Syukur’. Akhirnya lengkaplah sudah maksud kami sebagai orang tua dalam memberikan nama untuk anak yang kami kasihi, yaitu KESYA CLEMENTINE TAMBUNAN yang artinya: ”Seorang anak perempuan batak yang lahir dari Keluarga Tambunan yang memiliki cantik paras dan tingkah lakunya yang selalu mengucap syukur dalam segala hal di kehidupannya”.

Tapi, sampai saat ini saya tidak tahu maksud dari orang tua kawan saya kenapa memberi anaknya dengan nama ARWANA? Tetapi apapun itu, saya yakin bahwa maksudnya adalah yang terbaik...

Dedicated all for my little daughter, Kesya Clementine Tambunan.